-->
Nafilata Primadia

[Cerbung] Ayat-Ayat Cinta 2 Bagian 17

Fahri lalu memberikan ta'liq, ia mengurai kata himmah, taufik, shidiq, dan ikhlas secara panjang lebar dan detail. Fahri begitu menikmati risetnya itu. Mengeluarkan mutiara terpendam para ulama berupa manuskrip ke dalam karya yang akan diterbitkan dan dibaca serta dimanfaatkan oleh ribuan bahkan jutaan umat manusia adalah sebuah kebahagiaan.

Jam setengah dua dini hari. Kedua mata Fahri sudah terasa berat. Secangkir kopi itu telah lama habis. Masih tersisa tiga halaman. Ia nyaris menyerah. Tapi kembali teringat cambuk wasiat Habib Hasan Al Bahr, "Kendarailah kuda himmah, niscaya kamu akan mencapai puncak cita-citamu!"

"Tidak boleh menyerah, harus dituntaskan malam ini!" Gumamnya sambil bangkit dari duduknya menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Terasa lebih segar. Ia lalu kembali ke laptopnya untuk menyelesaikan karya ilmiahnya.

Jam dua kurang lima menit, ia mengucapkan hamdalah. Selesai sudah editing itu. Ia memastikan file-nya telah tersimpan dengan baik, lalu mematikan laptopnya. Ia lalu shalat dua rakaat dan shalat witirnya, ia mendengar deru mobil di halaman. Lalu suara pintu mobil dibanting agak keras. Sejurus kemudian terdengar suara laki-laki mengumpat-umpat dengan aksen Skotlandia yang terdengar seperti orang berkumur-kumur.

Fahri bangkit menyibak gondel jendela, ingin tahu apa yang terjadi. Ternyata lelaki gendut sopir taksi tampak membangunkan penumpangnya yang teler di jok belakang. Lelaki gendut itu marah-marah, sebab penumpangnya tidak juga bangun. Mungkin mabuk berat. Fahri jadi penasaran siapa penumpangnya itu. Sopir taksi itu lalu menyeret paksa dan mengeluarkan penumpangnya dengan susah payah dari taksinya.

Innalillah, itu adalah Brenda. Perempuan muda yang tinggal di rumah hook itu. Brenda masih mengenakan celana kerjanya, tapi pakaian bagian atas awut-awutan. Sopir taksi menggeletakkan begitu saja Brenda di halaman rumahnya. Sopir taksi itu kembali memeriksa jok belakangnya, dan memegang dompet Brenda. Sopir taksi itu mengumpat ketika ia hanya menemukan selembar uang senilai 5 pounds. Ia mengambil uang itu dan membanting dompet itu ke tanah. Sopir itu menggeragapi saku celana Brenda dan tidak mendapati apa-apa. Ia lalu menendang ban belakang taksi Black Can-nya, karena jengkel tidak menemukan apa-apa. Sopir gendut itu mengumpat sambil melihat tubuh Brenda yang terkulai lemah di atas tanah. Tiba-tiba sopir itu jongkok dan meraih tangan kiri Brenda. Sopir itu melepas cincin emas di jari manis Brenda lalu masuk ke dalam taksinya. Sopir itu menyalakan taksinya dan pergi. Fahri mengamati dengan saksama nomor taksi itu.

Fahri mengamati Brenda yang terkulai di halaman rumahnya yang basah. Menurutnya, kondisinya sangat mengenaskan. Mungkin ia baru berpesta dengan teman-temannya dan banyak menenggak minuman keras hingga teler seperti itu. Tiba-tiba Fahri menangkap titik gerimis satu dua turun. Fahri langsung bergerak turun membangunkan Paman Hulusi.


***
(bersambung...)
Nafilata Primadia
Load comments