-->
Nafilata Primadia

[Cerbung] Ayat-ayat cinta 2 (bagian 2)

Dua orang lelaki keluar dari lobi the balmoral hotel. Sama-sama masih muda. Yang satu berwajah Asia Tenggara memakai jas cokelat muda dan dasi, sehingga tampak rapi dan serasi. Yang satu berwajah turki memakai jas sweeter biru muda dan celana jeans yang membuatnya tampak santai namun cerah. Sebuah SUV BMW putih datang dan berhenti tak jauh dari mereka berdua. Keduanya tertawa. Berjabat tangan, saling merangkul lalu berpisah. Lelaki yang memakai jas itu masuk ke dalam mobil dan melambaikan tangan pada temannya yang tak lama kemudian kembali masuk ke dalam hotel.

“La haula wa la quwwata illa billah,...la haula wa la quwwata illa billah..” Lelaki itu bergumam mengulang-ulang zikirnya. Mobil itu memasuki Prince St. dan bergerak ke barat. Setelah melewati Prince Mall Shopping Centre belok kiri memasuki Waverley Bridge yang melintasi stasiun kerreta Waverley. Mobil itu terus meluncur menyusuri Cockburn St., melintasi the royal Mile, lalu menyusuri A7 menuju selatan.

“Cepat sedikit, Paman, jangan sampai saya terlambat” kata lelaki itu pelan dalam bahasa Turki.
“Baik, Hocam,” jawab sang sopir.
“La haula wa la quwwata illa billah … la haula wa la quwwata illa billah...”

Mobil itu melaju lebih cepat melewati Nicolson square garden di sebelah kanan dan terus melaju ke selatan. Beberapa juruss kemudian belok kanan memasuki W.Nicolson St. dan terus melalju hingga memasuki kawasan kampus utama The University of Edinburgh yang berada di George Square yang legendaris. Di dekat gedung klasik nomorn 19, mobil itu berhenti. Lelaki iyu turun sambil menjinjing tasnya. Ia melihat jam tangannya. Jalannya cepat dan tangkas, tidak aeperti rata-rata orang Asia Tenggara. Beberapa orang yang berpapasan menyapanya dengan ramah penuh hormat.

Lelaki itu kembali melihat jam tangannya. Dua belas dua puluh.

“Alhamdulillah tidak terlambat,” gumamnya dalam hati.
“La haula wa la quwwata illa billah...la haula wa la quwwata illa billah..”

Ia mempercepat langkahnya menuju ruang diskusi mahasiswa pasca sarjana. Ia membuka ruang itu. Lima belas orang yang telah duduk rapi seketika memperhatikan dirinya dengan saksama dan menyapa semua yang ada di ruangan itu dengan ramah lalu duduk di kursi yang biasa didiuduki Professor Charlotte Brewster.
“Kalian mungkin terkejut yang duduk di kursi ini saat ini adalah saya, dan bukan Professor Charlotte. Dan kalian mungkin bertanya-tanya siapa saya ini? Tadi pagi Professor Charlotte menelepon saya, ia harus ke rumah sakit. Beliau harus cuci darah. Dan tidak boleh terlambat. Sudah lima belas tahun beliau harus cuci darah. Kita doakan beliau tetap sehat, berumur panjang dan bisa memberikan sumbangan ilmunya yang sangat diperlukan dunia.

Nafilata Primadia
Load comments