-->
Nafilata Primadia

[Cerbung] Ayat-ayat Cinta 2 Bagian 20

Masjid itu gagah. Arsitekturnya bergaya Scots Baronial. Begitu serasi dengan bangunan kuno di sekitarnya. Berdiri dengan satu menara tinggi di satu sudutnya, dan tiga kubah runcing segitiga, pada tiga sisi lainnya. Serta pintu utama yang besar dengan melengkung khas masjid. Warna masjid itu cokelat muda. Ada tulisan "Allah" dengan huruf Arab pada dua sudut bagian depan. Masjid itu mampu menampung tak kurang seribu jamaah saat shalat. 

Tempat shalat untuk lelaki dan perempuan terpisah oleh lantai yang berbeda. Perempuan shalat di balkon yang bisa melihat ke tempat shalat utama. Tempat wudhu dan kamar mandi lelaki dan perempuan juga dipisah.  Masjid yang dibangun oleh Raja Fahd itu juga memiliki perpustakaan, dapur, dan ruang serba guna. 

Fahri sangat betah berada di masjid itu.

Sering kali ia shalat subuh lalu i'tikaf sampai waktu Dhuha. Sepanjang i'tikaf itu ia gunakan untuk berdzikir dan muraja'ah hafalan al-qurannya. Biasanya ia duduk di pojok belakang tempat shalat. Sudah setahun setengah Fahri di Edinburgh, tetapi ia tidak mengenalkan dirinya sebagai lulusan universitas Al-Azhar Kairo kepada para jamaah masjid itu. Paman Hulusi sangat ingin mengenalkan hal itu, tapi Fahri melarangnya. Orang-orang hanya tahu bahwa ia orang indonesia yang sedang riset di The university of Edinburgh, bidang filologi. Fahri ditemani Hulusi malah sering membantu bersih-bersih masjid.

Pagi itu usai shalat subuh, Fahri berdzikir pagi secara singkat lalu mengulang hafalan AL-Qurannya dengan cepat. Ia tidak menunggu waktu Dhuha terbit. Fahri mengajak Paman Hulusi pulang ke Stoneyhill Grove, sebab ia teringat belum mencetak hasil pekerjaannya semalam.

"La haula wa la quwwata illa billah...la haula wa la quwwata illa billah..."
Mobil itu meluncur ke timur, menyibak udara pagi Kota Edinburgh.

"Kalau nanti Hoca benar-benar pulang ke Indonesia, negeri Hoca berasal, saya mau ikut Hoca. Kalau Hoca membuat masjid, biar saya yang menjaga dan menjadi tukang bersih-bersih nya. Atau Hoca membuat sekolah di kota Hoca, biarlah saya tetap menjadi sopir Hoca, atau menjadi tukang bersih-bersih sekolah Hoca."

Fahri tersenyum mendengar kata-kata Paman Hulusi itu.

"La haula wa la quwwata illa billah... La haula wa la quwwata illa billah..."

Pagi itu tampak sedikit lebih cerah. Langit lebih cerah meskipun tetap ditutupi semburat awan abu-abu. Pendar sinar matahari terhalang kabut tipis mulai mengintip di ufuk timur ketika mobil Fahri memasuki kompleks Stoneyhill Grove. Paman Hulusi langsung membawa mobil memasuki garasi.

Ketika Fahri keluar dari mobil, Jason adik lelaki Keira keluar dari pintu rumahnya dengan mencangklong tas. Tampaknya ia mau berangkat sekolah. Jason melihat Fahri. Pandangan keduanya bertumbukan. Jason memasang muka tidak suka, bibirnya memberikan isyarat berbicara pada Fahri tanpa suara :F*ck You!

***
(bersambung...)
Nafilata Primadia
Load comments